Menanggapi kritik yang dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum SPMI-PP Nursalim. Saya sebagai Ketua Umum Federasi Buminu Sarbumusi menyatakan secara terbuka bahwa usulan pembubaran Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) adalah upaya serius untuk menegakkan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan itu bukan agenda menyerang sesama aktivis, melainkan panggilan moral untuk memperbaiki sistem.
Sebetulnya keterbukaan argumen ini sangat menarik. Namun yang saya sayangkan, perdebatan ini justru terjadi di antara aktivis yang katanya berjuang untuk PMI. Sehingga, banyak publik mempertanyakan: apakah ini pembelaan P3MI? Atau malah sebaliknya?
Tujuan Utama Saya: Hak Pekerja Migran, Bukan Keberlangsungan P3MI. Sebagai seorang aktivis pekerja migran yang juga pernah berada di lapangan, tujuan saya tetap sama: melindungi hak pekerja migran Indonesia. Kalau fungsi P3MI masih menghambat perlindungan itu, maka saya harus berbicara. Bukan karena saya ingin membenci P3MI, tetapi karena saya ingin P3MI dan pemerintah sendiri memperbaiki peran mereka.
Pembubaran P3MI lebih bersifat alarm daripada penghukuman final: Saya memunculkan usulan pembubaran P3MI sebagai warning: agar P3MI memperbaiki, agar pemerintah juga serius. Karena untuk saat ini, tanpa merubah undang-undang, tidak mungkin pembubaran terjadi dalam waktu dekat.
- Validitas Data. Data yang saya kemukakan bukan sekadar angka ‘klaim’—itu berasal dari laporan publik. Misalnya, situs resmi Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menampilkan publikasi data penempatan dan pelindungan PMI tahun 2022 (lihat https://kp2mi.go.id/statistik-detail/data-penempatan-dan-pelindungan-pmi-periode-tahun-2022). Demikian juga situs lembaga advokasi seperti Migrant CARE yang memuat laporan (lihat https://migrantcare.net/publikasi/).
- Metodologi dan Kausalitas. Memang analisis kausal sangat kompleks. Tetapi ketika lebih dari 50% kasus pelanggaran migrasi terkait proses rekrutmen swasta, saya tegaskan: ini lebih dari kebetulan. Kalau swasta masih memegang fungsi inti penempatan maka risiko perlindungan akan sangat besar.
- Pembubaran vs Reformasi Bertahap. Menanggapi argumentasi bahwa pembubaran total berisiko. Saya setuju bahwa reformasi harus bertahap. Tapi saya juga realistis: sistem birokrasi kita sudah lama tertatih-tatih. Usulan pembubaran bukan berarti langsung dilakukan esok hari. Itu duluan sebagai sinyal kuat. Setelah itu, kita bisa jalankan transisi dengan blueprint yang jelas.
- Etika Aktivisme: Lebih Untuk PMI, Bukan Untuk P3MI. Saya menegaskan etika yang dia pegang: Saya bukan aktivis yang membela entitas bisnis atau melawan entitas bisnis sebagai ideologi. Saya adalah aktivis Pekerja Migran Indonesia. Jadi saya berdiri di sisi pekerja migran, baik yang baru akan berangkat, yang bekerja, maupun yang kembali ke tanah air. Kalau P3MI menjadi hambatan bagi hak mereka, maka kita harus bertindak.
- Tantangan dan Transparansi Sistem: Sumber Data untuk Publik. Saya mendorong keterbukaan: “Publik berhak tahu. Laporan BP2MI bisa diakses di https://ppid.bp2mi.go.id/api/services/file/uploads/laporan/layanan-informasi-publik/1758598772302-LLI%202022.pdf. Laporan Migrant CARE bisa diakses di https://migrantcare.net/category/publikasi/laporan/. Transparansi adalah bagian dari perlindungan.
- Pernyataan Penutup. Saya menghargai debatan akademik, termasuk kritik yang konstruktif. Namun saat kita bicara pekerja migran yang hak-haknya sering terabaikan, kita tidak punya waktu untuk birokrasi yang lamban. Usulan saya bukan karena kebencian terhadap P3MI, tetapi karena tanggung jawab moral untuk Pekerja Migran Indonesia. Mari kita perbaiki sistem — dan itu hanya akan berhasil jika pemerintah, masyarakat sipil, dan semua aktor benar-benar bersinergi.











