Menu

Mode Gelap
Usulan Pembubaran P3MI Adalah Alarm Perlindungan PMI–Bukan Perang Antar Aktivis Pertimig Malaysia Kecam Majikan Siram Air Panas Pekerja Migran Indonesia Asal Sumbar Urgensi, P3MI Harus di Bubarkan. Berikut Dalil, Fakta dan Datanya SPMI PP Kecewa Berat. Direktorat PWNI Kemlu Lemot Tangani Kasus Pekerja Migran di Macau Usulan Bubarkan P3MI dari Ketum Fbuminu Sarbumusi: Argumennya Dinilai Rapuh! Momentum Hari Migran Internasional, KP2MI Mulai Tempatkan Pekerja Migran Terampil

Opini

Urgensi, P3MI Harus di Bubarkan. Berikut Dalil, Fakta dan Datanya

badge-check


					Urgensi, P3MI Harus di Bubarkan. Berikut Dalil, Fakta dan Datanya Perbesar

Terkait dengan tanggapan Wakil Ketua Umum Serikat Peduli Migran Indonesi Perisai Pancasila (SPMI PP) Nursalim yang kontra terhadap pembubaran Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), Poin yang saya usulkan kepada Panja DPR RI pada Senin, 17 November 2025 kemarin.

Saya sebagai Ketua Umum Federasi Buminu Sarbumusi menaggapinya dengan santai sambil meminum kopi tanpa gula.

Menurut saya, usulan pembubaran P3MI yang saya sampaikan kemarin itu bukan tanpa alasan dan data. Namun karena waktunya terbatas dan hanya diberikan 10 menit, maka penyampaiannya harus padat to the point.

Jadi ketika saya mengatakan usulan pertama untuk membubarkan P3MI lalu opsi kedua jika tidak memungkinkan maka mengurangi kewenangannya. Tetapi bagi saya, usulannya tetap agar pemerintah membubarkan P3MI, sehingga sebenarnya tidak ada kontradiksi.

Itu hirarki atau solusi dalam membuat kebijakan. Pendekatan bertingkat seperti ini lazim digunakan dalam reformasi sektor publik, misalnya kebijakan Labour Migration Reform di Korea Selatan (2004–2007) dan Revisi Sistem Migrasi Uni Eropa.

Kenapa saya tetap kekeh mengusulkan pembubaran P3MI? Oke, pelan-pelan saya akan membongkar datanya.

Sejak Undang Undang No 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) berlaku, lebih dari 53% kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) terjadi karena ulah P3MI. Artinya apa? Meskipun UU PPMI sudah mereduksi kewenangannya, namun pada faktanya P3MI itu tetap memegang fungsi inti dalam penempatan. Sementara migrasi itu tidak ansih penempatan, tapi juga perlindungan. Karena PMI itu manusia, bukan komoditas.

Mari kita melihat data valid berikut ini.

  1. Laporan BP2MI 2020–2024. 19.200 kasus pelanggaran PMI (70%) terkait proses rekrutmen dan penempatan itu dilakukan oleh P3MI.
  2. Laporan Migrant CARE 2021–2024. 1.350 kasus tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) dalam migrasi ketenagakerjaan, mayoritas bermula dari rekrutmen ilegal yang terhubung dengan jaringan P3MI.
  3. ILO Report 2023. Menyimpulan, negara yang menyerahkan fungsi inti migrasi kepada swasta memiliki tingkat pelanggaran kontrak 3–5 kali lebih tinggi.

Data lainnya menunjukkan pelanggaran P3MI dilakukan secara berjamaah. Jadi bukan satu perusahaan seperti yang disampaikan Nursalim, yang merujuk pada pengalam saya. Lihatlah gambaran besarnya. Dan laporan ini bukan kaleng-kaleng. Laporan resmi BP2MI. Pada laporan tersebut membuktikan lebih dari 300 P3MI terlibat pelanggaran administratif, pidana, dan perdata dalam lima tahun terakhir.

Data Migrant CARE menunjukkan jika dari 481 P3MI berizin, lebih 300 diantaranya 300 terlibat kasus sejak 2017 terkait dengan pungli, manipulasi dokumen, penempatan ilegal, pemotongan gaji, dan pemalsuan kontrak.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perubahan parsial UU PPMI pada tahun 2017 lalu, belum menyelesaikan konflik kepentingan struktural antara “perlindungan” dan “keuntungan”.

Lebih lanjut, terkait dengan pelibatan swasta dalam tafsir Hak Menguasai Negara oleh Mahkamah Kosntitusi, Putusan MK membolehkan swasta terlibat dalam pemenuhan hajat hidup orang banyak dengan mekanisme perizinan (lisensi). Tapi layanan inti tetap harus dikendalikan negara.

Migrasi tenaga kerja adalah sektor yang menyangkut keselamatan warga negara. Maka fungsi inti tidak boleh diserahkan kepada entitas swasta yang berorientasi laba.

Hal berdasarkan referensi:

  1. Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013. Negara boleh memberi izin pada swasta, tetapi kendali penuh atas sektor hajat hidup orang banyak harus tetap di tangan negara.
  2. ILO Convention 181 menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban penuh dalam mengendalikan proses inti migrasi.

Saya tegaskan bahwa melibatkan swasta sebagai fasilitator non-inti tetap dimungkinkan, namun hal inti seperti rekrutmen, verifikasi kontrak, penempatan, dan pengawasan tidak boleh diprivatisasi.

Regulasi di Filipina itu memegang fungsi inti migrasi. POEA melakukan rekrutmen, verifikasi kontrak, monitoring langsung terhadap agen, dan penempatan sektor berisiko. Jadi, swasta di Filipina bukan operator utama seperti di Indonesia, tapi subkontraktor yang dikendalikan negara.

Saya menyarankan agar Nursalim membaca dua buku:

  1. POEA Rules and Regulations (2020). Apa isinya? Negara memegang kendali penuh atas recruitment standards, contract verification, placement rules, dan disciplinary actions.
  2. Philippine Labour Migration Report 2023. 80% keputusan migrasi ditentukan negara, bukan agen swasta.

Terkait dengan demonstrasi CPMI Korea Selatan karena tumpukan roster dalam program G2G, justeru itu memperkuat argumentasi saya terkait Hak Menguasai Negara yang dikelola secara profesional. Di Indonesia problemnya tidak tertata dengan baik sehingga terhadi  tumpang tindih (overlapping) kewenangan, dimana negara menjadi regulator, operator, pelindung, sekaligus pengawas.

Tidak ada sistem governance modern yang sehat dengan model seperti itu. Karena itu saya usulkan pemisahan fungsi: regulator sendiri, operator sendiri, pengawas sendiri. Sehingga tidak ada lagi kasus tumpukan roster Korea Selatan dari tahun 2023–2025 mencapai 2.700 CPMI.

Indonesia harus belajar kepada Korea Selatan yang memisahkan lembaga operator (HRD Korea) dan regulator (Ministry of Employment and Labour), sehingga sistemnya lebih stabil.

Terakhir, mengapa P3MI harus dibubarkan?

Sesuai teori governance modern dan praktik negara-negara maju seperti di Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Kanada tidak menyerahkan fungsi inti migrasi kepada swasta. Indonesia tertinggal karena masih menjadikan penempatan sebagai komoditas bisnis.

Sebagai perbandingan, berikut ini saya sajikan data internasional:

  1. Korea Selatan — EPS System (2004). Negara 100% operator.
  2. Jepang — TITP & SSW. Negara mengendalikan rekrutmen dan monitoring langsung.
  3. Jerman — Triple Win Program. Seluruh rekrutmen tenaga kerja kesehatan dikendalikan oleh negara.
  4. Kanada — Temporary Foreign Worker Program. Swasta hanya fasilitator, seleksi dan verifikasi dilakukan negara.

Usulan pembubaran P3MI itu tidak lemah. Yang lemah adalah sistem migrasi kita hari ini — dan itu disangga data. Keberadaan P3MI menyisakan konflik kepentingan struktural yang berdampak langsung pada keselamatan PMI. Pembubaran P3MI adalah langkah logis, bukan ekstrem. Ini kebutuhan reformasi tata kelola migrasi.

Dengan paparan tersebut, kritik Nursalim itu dangkal, hanya melihat kaki saya tanpa melihat saya secara keseluruhan. Tanpa mempertimbangkan data lapangan, temuan lembaga nasional, praktik global, serta prinsip dasar governance modern.

***

Penulis | Ali Nurdin Abdurrahman | Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumi. Tinggal di Banduung. No ponsel | 0877 7771 9604

Baca Lainnya

Usulan Pembubaran P3MI Adalah Alarm Perlindungan PMI–Bukan Perang Antar Aktivis

21 November 2025 - 11:32 WIB

Usulan Bubarkan P3MI dari Ketum Fbuminu Sarbumusi: Argumennya Dinilai Rapuh!

19 November 2025 - 15:01 WIB

Momentum Hari Migran Internasional, KP2MI Mulai Tempatkan Pekerja Migran Terampil

18 November 2025 - 19:24 WIB

Ketum Fbuminu Sarbumusi Guncang Panja DPR RI: Usul Bubarkan P3MI!

17 November 2025 - 22:22 WIB

Migrant Watch Desak KP2MI Segera Bersihkan Struktur dari Anggota Polisi Aktif

17 November 2025 - 18:50 WIB

Trending di Kebijakan