Tiga hari yang lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Keputusan ini menyatakan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan keputusan tersebut, MK menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil di luar institusi kepolisian. Tapi hanya boleh menduduki apabila telah mengundurkan diri atau pensiun. Putusan tersebut bersifat final dan mengikat, serta berlaku sejak diketok palu.
Menanggapi keputusan tersebut, Migrant Watch sebagai organisasi yang memperjuangkan hak dan kepentingan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyampaikan sikap sebagai berikut:
Pertama. Mengapresiasi dan menyambut baik keputusan MK yang dinilainya berani, jelas dan menegaskan prinsip netralitas, profesionalisme, dan tata kelola yang bersih dalam lembaga penegak hukum dan birokrasi.
“Putusan tersebut memperkuat prinsip bahwa jabatan sipil/birokrasi tidak boleh secara pasif dijalankan oleh anggota Polri yang masih berstatus aktif tanpa melepaskan keanggotaan secara definitif,” ujar Direktur Migrant Watch Aznil Tan melalui rilisnya di Jakarta pada Senin, 17/11/2025.
Kedua. Menuntut KP2MI/BP2MI harus patuh dan konsisten terhadap putusan tersebut. Meskipun putusan MK tersebut secara teknis mengatur institusi Polri, Migrant Watch melihat ada relevansi yang sangat penting bagi seluruh mekanisme tata kelola pemerintahan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Ketiga. Kaitan dengan kepentingan Pekerja Migran Indonesia. Kepatuhan terhadap putusan MK dan penerapan tata kelola yang transparan dan profesional sangat penting bagi perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Jika KP2MI/BP2MI bebas dari penugasan rangkap atau konflik peran, maka lembaga tersebut akan lebih fokus pada pelayanan kepada pekerja migran dan bebas dari potensi penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan jabatan, atau subordinasi yang tidak jelas.” tambah Aznil seraya menegaskan bahwa Pekerja Migran Indonesia membutuhkan lembaga yang bersih, bertanggung jawab, dan dipercaya.” kata tegasnya.
Oleh karena itu lanjut Aznil, Migrant Watch mengajak dan mendesak agar:
- Seluruh unit KP2MI/BP2MI secara tegas untuk mengevaluasi seluruh pejabat, staf maupun pengurus yang memiliki status rangkap atau penugasan ganda dari anggota polisi yang masih aktif.
- Menyatakan komitmen tertulis bahwa tidak ada pegawai aktif dari anggota polisi yang menduduki jabatan di KP2MI/BP2MI tanpa menjalani proses pengunduran diri atau pensiun.
- Menyusun dan menerapkan pedoman internal yang menjamin tidak ada konflik kepentingan ataupun penggunaan jabatan ganda dalam penempatan, perlindungan, dan pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia.
- Memastikan regulasi lebih lanjut agar implementasi hasil putusan MK dapat berjalan efektif.
- Melakukan audit jabatan di lembaga negara terkait untuk memastikan tidak ada anggota dari institusi polisi yang masih aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya.
- Mengedepankan sistem meritokrasi (sistem politik yang memberikan kesempatan kepada masyarakat sipil untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi) dan transparansi dalam pengisian jabatan sipil di KP2MI/BP2MI.
“Dengan demikian, Migrant Watch menegaskan bahwa kepatuhan terhadap keputusan konstitusional bukan hanya soal aspek formal hukum, namun juga soal keadilan, akuntabilitas, dan kehormatan institusi,” tegasnya.
Dengan memastikan bahwa KP2MI/BP2MI dan seluruh lembaga terkait benar-benar menjalankan putusan MK dan menghindari praktik yang merusak kepercayaan publik, kita turut memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang menghormati hukum dan melindungi pekerjanya, termasuk pekerja migran global.
“Kami siap bekerja sama dengan semua pihak — pemerintah, lembaga penegak hukum, lembaga penempatan pekerja migran — untuk memastikan implementasi yang nyata dan terukur,” pungkas Aznil Tan.











